Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan global meningkat seiring keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam konflik antara Israel dan Iran, memicu kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia Ketiga. Situasi ini berpotensi membawa dampak besar bagi pasar global, termasuk Indonesia.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, konflik tersebut memberikan tekanan negatif terhadap pasar keuangan, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang diperkirakan akan mengalami fluktuasi tinggi. Ia mencatat bahwa serangan Israel ke Iran pada 13 Juni lalu telah memicu penurunan IHSG sebesar 0,53% ke level 7.166, dan dalam sepekan, indeks merosot 3,6% ke posisi 6.907. Kini, dengan AS menyerang fasilitas nuklir Iran, ketidakpastian global semakin meningkat.
“Ketidakpastian ini mendorong investor mengalihkan dananya ke aset yang dianggap lebih aman, seperti emas dan mata uang safe haven, sehingga minat terhadap saham negara berkembang seperti Indonesia menurun,” ujar Josua.
Selain itu, nilai tukar rupiah juga diperkirakan akan melemah, dengan proyeksi bergerak di kisaran Rp16.350 hingga Rp16.500 per dolar AS.
Ketegangan ini turut menyebabkan lonjakan harga minyak dunia. Sejak konflik memanas, harga minyak telah naik 7% dan berpotensi menembus US$100 per barel jika eskalasi terus berlanjut. Lonjakan harga ini akan berdampak pada neraca perdagangan dan anggaran negara Indonesia.
“Kenaikan harga minyak akan meningkatkan biaya impor energi, memperparah defisit neraca perdagangan. Jika ditambah dengan pelemahan rupiah, beban APBN bertambah karena pemerintah harus meningkatkan subsidi energi,” jelas Josua. Ia menambahkan, setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$1 di atas asumsi APBN sebesar US$82/barel, berpotensi menambah beban fiskal sekitar Rp7 triliun. Akibatnya, defisit anggaran bisa semakin mendekati batas maksimum 3% terhadap PDB, dan meningkatkan tekanan terhadap rupiah karena risiko fiskal serta defisit transaksi berjalan.
Josua menekankan bahwa pemerintah bersama otoritas moneter perlu menyiapkan langkah-langkah strategis, seperti memperkuat cadangan devisa melalui optimalisasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE), intervensi pasar yang terukur oleh Bank Indonesia, serta upaya mitigasi fiskal guna menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah gejolak global yang terus berkembang.