Kota Singkawang, Kalimantan Barat, terlihat lebih sibuk dari biasanya pada Rabu, 12 Februari 2025. Sejak pagi hari, ribuan warga sudah memadati Jalan Firdaus untuk menyaksikan Festival Cap Go Meh, sebuah tradisi yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Singkawang, yang dikenal sebagai “Kota 1001 Kelenteng,” telah menjadikan festival ini sebagai perayaan budaya yang prestisius.
Festival Cap Go Meh di Singkawang memiliki rekam jejak yang mengesankan. Selama tiga tahun berturut-turut, acara ini masuk dalam 10 besar Karisma Event Nusantara (KEN) dari pemerintah pusat. Selain itu, sejak tahun 2008, festival ini telah memperoleh 11 rekor MURI, termasuk rekor untuk gerbang Cap Go Meh terbesar, naga liong terpanjang, serta kue keranjang terbesar. Salah satu daya tarik utama dari festival ini adalah atraksi Tatung.
Tatung: Ikon Festival Cap Go Meh Singkawang
Tatung adalah individu yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural dan menjadi medium bagi roh atau leluhur. Keberadaan mereka dalam festival ini tidak hanya diakui secara nasional, tetapi juga mendapat pengakuan dunia. Pada tahun 2020, UNESCO menetapkan Tatung sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Keunikan inilah yang menjadikan Festival Cap Go Meh di Singkawang berbeda dari perayaan serupa di kota-kota besar lainnya, seperti Jakarta, Medan, Makassar, dan Palembang.
Ketua Pelaksana Festival Cap Go Meh Singkawang, Mimihetty Layani, menegaskan bahwa kehadiran Tatung menjadi faktor pembeda yang tidak dimiliki daerah lain. “Kami memiliki aset berupa para Tatung, sesuatu yang tidak bisa ditemukan di tempat lain,” ujarnya.
Jumlah Tatung di Singkawang mencapai puluhan ribu, dan regenerasi terus dijaga. Salah satu Tatung, Ajang, bahkan mulai memperkenalkan tradisi ini kepada putrinya yang berusia 16 tahun agar tetap lestari.
Tahun ini, festival kembali berlangsung meriah setelah sebelumnya terkendala pandemi dan pemilu. Perayaan ini juga menarik perhatian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang hadir langsung bersama sejumlah pejabat, termasuk Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, serta Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar.
Festival Budaya yang Menyatukan Beragam Etnis
Festival Cap Go Meh Singkawang melibatkan 746 peserta, dengan 646 di antaranya berasal dari kelompok Tatung. Selain itu, terdapat atraksi miniatur kelenteng, jelangkung, barongsai, naga liong, dan kuda lumping, yang mencerminkan akulturasi budaya antara etnis Tionghoa, Dayak, dan Melayu.
Pawai keliling kota menampilkan berbagai tradisi yang unik, dengan Tatung sebagai daya tarik utama. Mereka mempertunjukkan aksi ekstrem seperti menusukkan benda tajam ke tubuh tanpa terluka dan menyiramkan air sebagai simbol pembersihan kota dari energi negatif. “Festival Cap Go Meh tanpa Tatung tidak akan sama. Kalau tidak ada Tatung, tidak ada yang bisa disaksikan,” kata Mimihetty.
Namun, bukan hanya keberadaan Tatung yang membuat festival ini begitu besar. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Indonesia-Tionghoa, Candra Jap, menilai bahwa dukungan penuh dari pemerintah daerah menjadi faktor kunci dalam kesuksesan acara ini. Menurutnya, Singkawang dikenal sebagai kota dengan tingkat toleransi tinggi, di mana setiap perayaan keagamaan mendapat perlakuan yang setara.
Di Jakarta, misalnya, perayaan Cap Go Meh menghadapi tantangan dalam hal izin penutupan jalan, berbeda dengan Singkawang yang secara khusus menutup jalan demi kelancaran festival. Pemerintah daerah juga tidak hanya melihat Cap Go Meh sebagai acara keagamaan, tetapi juga sebagai ajang budaya dan pariwisata.
Dampak Ekonomi dan Pariwisata
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Singkawang, Heri Apriadi, menyatakan bahwa Festival Cap Go Meh telah menjadi program unggulan daerah. Keberadaan parade Tatung tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
“Festival ini meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam satu hari perayaan, kita bisa meraup ratusan juta rupiah dari sektor UMKM, perhotelan, transportasi, hingga kuliner,” jelasnya.
Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha turut mengapresiasi cara pemerintah Singkawang dalam mempromosikan festival ini. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi antara masyarakat lintas suku dalam menjaga keharmonisan dan keberhasilan acara. “Kesuksesan acara ini berkat kerja sama dan niat baik untuk menjaga persatuan serta harmoni,” ungkapnya.
Menurutnya, perayaan Cap Go Meh di Singkawang bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Ia mendorong pemerintah daerah lain untuk mengembangkan dan mempromosikan acara budaya serupa demi melestarikan tradisi dan meningkatkan sektor pariwisata.